Imagine a particle of mass m, constrained to move along the x-axis, subject to some specified force F(x, t). The program of classical mechanics is to deter- mine the position of the particle at any given time: x(t). Once we know that, we can figure out the velocity (\( v=\frac{dx}{dt}\) ), the momentum (p = mv), the kinetic energy ( \( T=\frac{1}{2}mv^2 \) ), or any other dynamical variable of interest. And how do we go about determining x(t)? We apply Newton's second law: F = ma. (For conservative systems the only kind we shall consider, and, fortunately, the only kind that occur at the microscopic level---the force can be expressed as the derivative of a potential energy function, \( F=-\frac{\partial V}{\partial x} \) , and Newton's law reads \( m\frac{d^2x}{dt^2}=-\frac{\partial V}{\partial x} \) .) This, together with appropriate initial conditions (typically the position and velocity at t 0), determines x(t). Quantum mechanics approaches this same problem quite differentl...
Pengaruh lingkungan terhadap perkembangan kepribadian tidak hanya berasal dari lingkungan budaya pada umumnya, melainkan dapat juga datang dari lingkungan sekolah. Majalah TIME, 15 April 2002, misalnya melaporkan kasus berikut (yang kemudian dikenal dengan kasus KOBE) : Kobe adalah sebuah kota di jepang yang tenang dan tradisional. Setiap pagi dan petang karyawan dan karyawati serta pelajar-pelajar sekolah pergi dan pulang ke kantor dan sekolah masing-masing, di lampu lalu lintas pengemudi mengurangi kecepatannya ketika lampu kunging menyala (bukan justru mempercepatnya), dan seterusnya. Pokoknya tidak ada yang menyangka bahwa di tengah masyarakat yang tradisional dan disiplin itu, terpendam masalah yang besar. Tetapi pada suatu hari, di tahun 1997, ketenangan itu terusik. Seorang anak laki - laki berusia 14 tahun diskors dari sekolah karena berkelahi. Untuk mengisi waktunya selama tidak ke sekolah ia menyiksa kucing -kucing dan mengumpulkan berbagai pisau. Pada suatu hari ia me...